Oleh Satrio Adi Wicaksono, Manajer Restorasi Hutan dan Bentang Lahan, WRI Indonesia.

Banyak yang mungkin belum tahu tahu bahwa Pulau Jawa juga memiliki ekosistem savana layaknya Benua Afrika atau Pulau Sumba. Taman Nasional (TN) Baluran di Kabupaten Situbondo, Provinsi Jawa Timur, memiliki hamparan savana alami yang begitu khas sehingga mendapat julukan “Little Africa van Java”. Selain memiliki ekosistem savana yang dihuni mamalia besar seperti banteng jawa (Bos javanicus), kerbau liar (Bubalus bubalis), dan rusa jawa (Rusa timorensis), lansekap TN Baluran juga dihiasi tipologi ekosistem lainnya, mulai dari hutan tropis pegunungan hingga hutan mangrove. Berbagai keunikan tersebut membuat TN Baluran ditetapkan sebagai salah satu cagar biosfer oleh UNESCO.

Ketika berkunjung ke TN Baluran dalam rangka menghadiri puncak peringatan Hari Konservasi Alam Nasional (HKAN) tahun 2017, saya baru paham mengapa banyak yang terpesona akan keindahan alamnya. Dari dalam mobil, pengunjung dapat menyaksikan rusa-rusa berlarian di Savana Bekol, mengusik ketenangan kera-kera ekor panjang yang asyik bercengkerama serta satu-dua ekor merak hutan yang sedang mencari makan di antara rerumputan. Apalagi, saya ke sana di musim kemarau ketika padang rumput tampak kuning kecokelatan, benar-benar serupa ekosistem savana Afrika. Inilah safari yang sebenar-benarnya.

<p>Rusa-rusa jawa merumput di Savana Bekol di sore hari</p>

Rusa-rusa jawa merumput di Savana Bekol di sore hari

Sayangnya, ekosistem savana TN Baluran tengah terancam. Keberadaan jenis tumbuhan asing invasif Vachellia nilotica (dulunya dikenal dengan nama Acacia nilotica) telah menyebabkan terdesaknya berbagai jenis rumput sebagai komponen utama penyusun padang savana Baluran, sehingga luas savana pun semakin berkurang. Menurut salah satu staf TN Baluran yang saya temui, kini padang savana yang tersisa hanya seluas 3.000 hektare atau sepertiga dari luasan aslinya di tahun 1960-an. Karena penurunan luas savana ini, kualitas ekosistem TN Baluran juga menurun. Akibatnya, semakin sedikit pula mamalia besar ditemukan di TN Baluran. Kini hanya tersisa sekitar 28 ekor banteng jawa di TN Baluran.

Dari menara pandang Bekol, saya mengamati senjakala di Savana Bekol. Perpaduan berbagai gradasi warna biru dan merah di langit tampak kontras dengan pemandangan Bekol yang kecoklatan dan dihiasi pepohonan hijau. Apabila tidak ada invasi Vachellia nilotica, saya yakin Savana Bekol akan lebih luas dan lebih cantik lagi.

<p>Pemandangan Savana Bekol di kala senja dari atas menara pandang</p>

Pemandangan Savana Bekol di kala senja dari atas menara pandang

Di beberapa sudut Savana Bekol, saya menyaksikan bekas pembakaran sekaligus sisa tunggakan Vachellia nilotica. Dari diskusi saya dengan staf TN Baluran, saya mengetahui bahwa Balai TN Baluran telah melakukan pengendalian Vachellia nilotica sejak dekade 1980-an. Balai TN Baluran rutin melakukan upaya tebang-pilih-bakar dan kemudian mengolesi tunggakan yang tersisa dengan herbisida. Sayangnya, upaya tersebut tidak sepenuhnya efektif, karena biji Vachellia nilotica cepat tersebar dibawa oleh berbagai jenis hewan. Selain itu, Vachellia nilotica memiliki tingkat dormansi dan kecepatan daya tumbuh yang tinggi.

<p>Bekas pembakaran (tidak tuntas) Vachellia nilotica di Savana Bekol</p>

Bekas pembakaran (tidak tuntas) Vachellia nilotica di Savana Bekol

Dalam acara puncak peringatan HKAN di TN Baluran, Bupati Situbondo menyebutkan bahwa masyarakat Situbondo siap membantu Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dalam mengatasi persoalan jenis asing invasif di TN Baluran. Masyarakat siap dilibatkan aktif supaya savana di TN Baluran tetap dapat menjadi ikon pariwisata Kabupaten Situbondo. Apalagi biji Vachellia nilotica dapat dimanfaatkan sebagai bahan campuran kopi dan bahan sayuran serta pembuatan tempe. Bahkan kulit biji dan buahnya bisa menjadi bahan pupuk organik. Hal ini sangat menarik, karena ini berarti rencana pelibatan masyarakat dalam mengatasi Vachellia nilotica juga memiliki dimensi ekonomi atau peningkatan penghidupan masyarakat.

Keterlibatan aktif masyarakat dalam pemulihan ekosistem dapat menjadi pemantik semangat baru konservasi Indonesia yang menempatkan masyarakat sebagai subyek. Kerja bersama seluruh pemangku kepentingan, termasuk saya dan Anda semua, dalam melestarikan kawasan konservasi seyogyanya dapat meningkatkan tidak hanya kualitas ekosistem kawasan konservasi dan zona penyangganya, tetapi juga kualitas hidup masyarakat yang telah lama tinggal di dalam dan sekitarnya. Semoga ketika saya berkunjung lagi ke Baluran, saya bisa melihat banyak banteng jawa berkeliaran di savana Bekol yang telah terbebas dari spesies invasif.